realitapublik.id_Pasuruan, Viralnya kasus bullying atau perundungan yang dialami siswa disalah satu SMA Negeri Kota Pasuruan hingga korbannya mengalami depresi berat dan dirawat di RSJ membuat Wakil Ketua Komnas Perlindungan Anak JATIM Bidang Advokasi Wahyudi Tri W yang juga selaku pendamping keluarga korban bullying “angkat bicara”.
Kepada reporter media Wahyudi menyampaikan bahwa dalam mendampingi perkara bullying saat ini tidaklah mudah, sebab korban dan terduga pelaku adalah sama-sama bertatus anak yang masih berusia dibawah 18 tahun.
“Untuk saat ini saya memang posisi mendampingi pihak korban bullying, karena jelas bahwa korban adalah pihak yang mengalami dampak dari kasus ini dan korban adalah pihak yang dirugikan baik materiil maupun inmateriil.
Namun, berdasarkan Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dijelaskan bahwa Anak Berhadapan dengan Hukum atau yang disebut dengan ABH “harus mendapatkan perlindungan hukum yang sama”.
Yang dimaksud dengan ABH yaitu anak sebagai korban, anak sebagai saksi dan anak sebagai pelaku dari perbuatan melawan hukum yang terancam sanksi pidana. Semua harus dilindungi, semua harus mendapat perlindungan yang sama, hal ini di sebabkan bahwa anak pelaku perbuatan melawan hukum adalah bisa dikategorikan sebagai korban. Karena bisa jadi anak tersebut adalah anak yang salah dalam pola asuh keluarga, anak yang tumbuh ditengah keluarga yang broken home, anak yang salah pergaulan dengan orang dewasa yang berperilaku tidak baik dan lain sebagainya”, papar Yudi panggilan akrab Wahyudi Tri W.
“Terkait proses hukum yang sudah kita laporkan ke Polres Pasuruan Kota ini adalah upaya paling akhir, karena selama ini menurut FRM kakak kandung korban kasus bullying yang dialami adiknya sudah pernah 3 kali dilakukan mediasi di sekolah, namun akhirnya tetap saja bullying berlanjut hingga berujung si adik depresi berat dan masuk RSJ. Jadi, dalam proses yang ditindak lanjuti oleh penyidik Polres Pasuruan Kota ini nanti harusnya dilakukan Restoratif Justice dulu sesuai dengan amanah undang-undang no 11 tahun 2012 tersebut, mengingat pelaku masih anak dibawah 18 tahun dan ancaman pidananya masih dibawah 7 tahun. Terkecuali diantara terduga pelaku usianya sudah diatas 18 tahun.
Namun jika dalam Restoratif Justice nanti tidak ditemukan jalan keluar yang terbaik dan andai anak-anak terduga pelaku memang terbukti melakukan tindak pidana yang sesuai dilaporkan oleh pihak keluarga korban, maka bisa jadi masalah ini akan dilanjutkan ditingkat Kejaksaan dan Pengadilan, dan kemungkinan anak-anak terduga pelaku akan diputuskan oleh pengadilan untuk dibina menjadi anak yang lebih baik lagi di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ,” jelas Yudi lebih lanjut. (Reporter: Nja)
Penulis : Nja